Upaya
pembacaan “Filsafat Bahasa dan Pronunsiasi Bahasa Arab”
karya Georgie Zaidan
Georgie Zaidan
menulis buku ini pada 15 juli 1886, dan telah diterbitkan tiga kali pada tahun
1886, 1904 dan 1923. Pembahasan dalam buku ini terbagi dalam 5 bagian : Introduktori,
Ontologi Bahasa Arab, Resultan dan
Invensi tulisan. Penulis[1]
memulai tulisan dengan pemaparan perihal
bahasa secara global dan proses yang dilaluinya hingga pembakuannya, lalu
pembahasan merucut dan menyoroti tahapan fase yang dilalui bahasa Arab. Setelah itu, ia menjelaskan secara merinci
tentang proses yang dilalui bahasa arab dan disini penulis berusaha merumuskan
pembahasannya dalam sub bab yang dinamakan resultan, pada bagian akhir bukunya sedikit
banyak penulis menjelaskan perihal tulisan juga sekaligus menjadi epilog dari pembahasan ini.
Bahasa adalah
rangkaian kata yang digunakan untuk mengungkapkan suatu keinginan. Dalam hal ini
bahasa adalah kebutuhan pokok dalam berinteraksi di masyarakat, oleh karena
demikian manusia menjadi unsur penting dalam penyebaran hingga perkembangan
bahasa. Merujuk ke beberapa abad sebelum masehi, bahasa yang ada pada saat itu
tentu berbeda dengan yang berkembang saat ini, sesuai dengan kode etik yang
berlaku : segala sesuatu bermula dari hal yang paling sederhana hingga terus berkembang. Hemat
penulis bahasa yang berkembang saat ini merujuk kepada dua kaum yang telah
menyebar pada saat itu yaitu: kaum ariyah atau yafidziyah dan kaum Samiyah.
Kaum Yafidziyah dinisbatkan ke Yafidz bin Nuh AS, dan terbagi menjadi 2 bagian
: bagian utara yang meliputi Eropa dan bagian Selatan yang meliputi Asia
Selatan yaitu sangsakerta dan hindi. Adapun kaum Samiyah dinisbatkan ke
Sam bin Nuh AS, dan terbagi menjadi
3 bagian : Bahasa Arami, digunakan kaum Suryani dan
Kildani dan disebut-sebut sebagai bahasa yang digunakan dalam penulisan bibel
lama. Bahasa Ibrani, yang digunakan dalam perjanjian lama. Bahasa Arab,
perkembangannya di jazirah Arab hingga kedatangan islam dan ekspansi yang juga
berperan dalam penyebaran bahasa arab. Hubungan antara tiga bahasa ini
ditunjukan dalam perjanjian lama yang mengunakan bahasa Ibrani tetapi memiliki
banyak persamaan dengan bahasa Arami dan Arab, selain perjanjian lama, Bani Israel
yang mengembara selama 40 tahun di jazirah arab mereka berinteraksi dengan
masyarakat tanpa perantara penerjemah atau mediator begitupun halnya dengan
komunikasi yang terjalin antara ratu
Saba’ dan Sulaiman Bin Daud AS.
Pembahasan perihal
ontologi bahasa -seperti diungkap penulis- adalah masyarakat dan struktur
bahasa yang berkembang pada zamannya, dan dalam masalah ini penulis
mengklasikasikan eksplorasinya dalam beberapa problematika -yang berhubungan
dengan stuktur yang berkembang diantara bangsa Arab itu sendiri- dengan
pendekatan fonetik, gramatikal dan vokabularis. Tiga hal tersebut merupakan
tiga unsur yang paling berpengaruh dalam standardisir linguistik[2].
Oleh karena demikian penulis memaparkan 5 problematika yang sekiranya mewakili
:
a.
Vokabularis yang mempunyai kedekatan huruf dan makna
sejatinya berasal dari satu kata yang mengalami beberapa perubahan, hal ini
disandarkan kepada dua bagian dari sintaksis bahasa Arab yakni al ibdal
dan al qlab. Al Ibdal adalah pergantian huruf dalam tatanan kata
contoh : bataka dan basyaka, battsa dan bassya
, nabaja dan nabaha . Al qalb adalah
pergeseran posisi dalam tatanan kata, sampel : lathama dan lamatha,
jadzaba dan jabadza, sakaba dan sabaka
tidak ada perubahan huruf disini tetapi hanya perubahan posisi kata pada huruf kedua dan ketiga dan sedikit
terjadi pada huruf pertama.
b.
Vokabularis yang
menunjukan makna benda lainnya merupakan bentuk penyederhanaan. Kata yang dimaksud adalah huruf dalam afiks dan konfiks, yang tidak
mempunyai makna sendiri tapi memberikan perubahan makna bila ia disatukan
dengan kata. Dalam hal ini problematika yang kedua tidak banyak memasuki ranah
bahasa Arab yang tertulis tapi banyak memasuki ranah lisan, melihat beberapa
tujuan yang diberikan seperti
penyederhanaan kata dan menyingkatkan waktu dalam pengucapannya, sampel : ambakul yang bermaksud akhudzu fi aklu ala
istimrar.
c.
Vocabularis
yang menganduk makna individual terbentuk dari dua fona. Kaedah tersebut diambil penulis dengan
mengeksplorasi kata kerja dan beberapa kata yang menyerap dari bahasa lainnya.
Diantara contohnya adalah kata : qathaba, qathafa, qatha’a,
qathama, qatala semua kata tersebut berasal dari dari dua
fona yakni qhata dan semuanya
mempunyai arti yang sama secara global yakni memotong. Sedang demikian halnya
dengan kata yang merupakan penyerapan dari bahasa lainnya seperti : falsafa yang
diserap dari bahasa yunani philosofia yang terdiri dari philia yang berarti
kecintaan, kegemaran dan sofia yang berarti bijaksana.
d.
Seluruh
Vokabularis dapat dirujukan pembentukannya dari satu fona. Untuk menjelaskan
permasalahan ini penulis mengambil kata penghubung dan pronominal sebagai sampel
penjelasan. Seperti halnya pada kata anta, anti, antuma, antum,
antunna berasal dari satu fona yaitu huruf ta, dan huwa,
hiya, huma, hum, hunna, berasal dari huruf ha, begitupun yang
terjadi pada ismu isyarah seluruhnya berasal dari huruf dza.
e.
Sense Organ
merupakan pemaknaan murni dari rangkaian kata adapun makna yang tersirat
terbentuk darinya. Pemaknaan yang dihasilkan dari rangkaian kata terbagi
menjadi dua yaitu makna yang tersirat dan tersurat, sesuai dengan kaedah diatas
penulis meyakini bahwa makna sesungguhnya adalah makna yang tersurat adapun
makna yang tersirat adalah cabang dan bagian dari makna yang tersurat tersebut.
Contoh : ru’yah yang dapat diartikan sebagai penglihatan panca
indera(mata) atau mimpi maka dalam hal
ini penglihatan panca indera merupakan
makna asli dari ru’yah.
Dari ulasan sebelumnya penulis mengambil
kesimpulan bahwa bahasa Arab terbentuk dari huruf-huruf sederhana dan penggalan
kata-kata yang berkembang hingga memberi makna yang beragam, dan bahasa
terlahir dari perbincangan yang merupakan bentuk interaksi dan komunikasi,
sedangkan dalam proses interaksi ini manusia mengalami beberapa fase sebelum
benar-benar mengucapkan kata seperti sekarang ini diantara fase yang dilalui
manusia adalah : fase pra pengucapan kata
dan fase pengucapan kata, dalam fase pertama manusia menggunakan isyarat
sebagai alat komunikasi lalu berkembang ke fase fonem sebelum memulai fase pengucapan kata. Hal ini
juga selaras dengan yang diutarakan Mariobay dalam bukunya Ususu Ilmu Lughah
yang diterjemahkan oleh Ahmad Mukhtar Umar, dalam bukunya beliau
menjelaskan kendati kita tidak dapat
menjangkau kepastian permulaan dan bagaimana bentuk gambaran kalimat yang
diucapkan pertama kali akan tetapi tidak dapat dipungkiri urgensi komunikasi
antara masyarakat dalam hal ini tentu mengalami fase, diantaranya adalah fase
yang disebut penulis diatas.
Sebagai penutup
dari pembahasan filsafat bahasa penulis memaparkan tentang invensi tulisan,
menurut penulis tulisan terbentuk secara natural karna adanya kebutuhan untuk
itu, adapun alat tulis yang ketika itu dibagi menjadi dua bagian : orisinal dan
non-orisinal, adapun yang orisinal diantaranya
adalah heriografi, dan alat tulisa dari qabilah Haitsun, Asyuriyah dan alat
tulis dari Cina. Adapun penghitungan dimulai dari sesuatu yang sederhana yakni
dengan menggunakan tangan dan kaki untuk mengatakan empat puluh misalnya mereka
menyebutnya dua kaki, sedangkan nominal angka dimulai dari suatu yang sederhana
pula yaitu dengan titik tapi dengan beberapa kendala yang kemudian dihadapi menyebabkan
beberapa perubahan seperti untuk mengutarakan angka seratus untuk
menyederhanakan seratus titik maka dikembangkanlah beragam teori hingga angka
yang kita ketahui saat ini diadaptasi dari bangsa Arab yang ditemukan di Hindia.
Pemaparan perihal
filsafat bahasa yang dilakukan oleh penulis adalah pemaparan yang mewakili
beberapa bagian filsafat bahasa seperti ilmu bahasa arab tapi masih terdapat
bagian-bagian yang terlewati seperti pemaparan perihal perkembangan bahasa arab
di jazirah Arab, dalam hal ini penulis
telah memaparkannya dibukunya yang lain yang berjudul “ Allughatu Kainun
Hayyun” meski demikian dalam muqadimah buku tersebut penulis telah mengakui
bahwa pendekatan yang dilakukan dalam membahas bahasa arab adalah melalui
pendekatan sejarah bukan pendekatan sastra. Hal tersebut ditompang oleh basis
penulis yang merupakan seorang sejarahwan dengan salah satu masterpiecenya “Tarikh
Tamaddun Arab”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar