Minggu, 24 Juni 2012


Upaya pembacaan “Filsafat Bahasa dan Pronunsiasi Bahasa Arab”
karya Georgie Zaidan

Georgie Zaidan menulis buku ini pada 15 juli 1886, dan telah diterbitkan tiga kali pada tahun 1886, 1904 dan 1923. Pembahasan dalam buku ini terbagi dalam 5 bagian : Introduktori, Ontologi Bahasa Arab, Resultan  dan Invensi tulisan.  Penulis[1] memulai tulisan dengan pemaparan  perihal bahasa secara global dan proses yang dilaluinya hingga pembakuannya, lalu pembahasan merucut dan menyoroti tahapan fase yang dilalui bahasa Arab.  Setelah itu, ia menjelaskan secara merinci tentang proses yang dilalui bahasa arab dan disini penulis berusaha merumuskan pembahasannya dalam sub bab yang dinamakan resultan, pada bagian akhir bukunya sedikit banyak penulis menjelaskan perihal tulisan juga sekaligus menjadi epilog dari  pembahasan ini.
Bahasa adalah rangkaian kata yang digunakan untuk  mengungkapkan suatu keinginan. Dalam hal ini bahasa adalah kebutuhan pokok dalam berinteraksi di masyarakat, oleh karena demikian manusia menjadi unsur penting dalam penyebaran hingga perkembangan bahasa. Merujuk ke beberapa abad sebelum masehi, bahasa yang ada pada saat itu tentu berbeda dengan yang berkembang saat ini, sesuai dengan kode etik yang berlaku : segala sesuatu bermula dari hal yang paling  sederhana hingga terus berkembang. Hemat penulis bahasa yang berkembang saat ini merujuk kepada dua kaum yang telah menyebar pada saat itu yaitu: kaum ariyah atau yafidziyah dan kaum Samiyah. Kaum Yafidziyah dinisbatkan ke Yafidz bin Nuh AS, dan terbagi menjadi 2 bagian : bagian utara yang meliputi Eropa dan bagian Selatan yang meliputi Asia Selatan yaitu sangsakerta dan hindi. Adapun kaum Samiyah dinisbatkan ke Sam bin Nuh AS, dan  terbagi menjadi 3  bagian :  Bahasa Arami, digunakan kaum Suryani dan Kildani dan disebut-sebut sebagai bahasa yang digunakan dalam penulisan bibel lama. Bahasa Ibrani, yang digunakan dalam perjanjian lama. Bahasa Arab, perkembangannya di jazirah Arab hingga kedatangan islam dan ekspansi yang juga berperan dalam penyebaran bahasa arab. Hubungan antara tiga bahasa ini ditunjukan dalam perjanjian lama yang mengunakan bahasa Ibrani tetapi memiliki banyak persamaan dengan bahasa Arami dan Arab, selain perjanjian lama, Bani Israel yang mengembara selama 40 tahun di jazirah arab mereka berinteraksi dengan masyarakat tanpa perantara penerjemah atau mediator begitupun halnya dengan komunikasi yang terjalin antara  ratu Saba’  dan  Sulaiman Bin Daud AS.
Pembahasan perihal ontologi bahasa -seperti diungkap penulis- adalah masyarakat dan struktur bahasa yang berkembang pada zamannya, dan dalam masalah ini penulis mengklasikasikan eksplorasinya dalam beberapa problematika -yang berhubungan dengan stuktur yang berkembang diantara bangsa Arab itu sendiri- dengan pendekatan fonetik, gramatikal dan vokabularis. Tiga hal tersebut merupakan tiga unsur yang paling berpengaruh dalam standardisir linguistik[2]. Oleh karena demikian penulis memaparkan 5 problematika yang sekiranya mewakili :
a.       Vokabularis  yang mempunyai kedekatan huruf dan makna sejatinya berasal dari satu kata yang mengalami beberapa perubahan, hal ini disandarkan kepada dua bagian dari sintaksis bahasa Arab yakni al ibdal dan al qlab. Al Ibdal adalah pergantian huruf dalam tatanan kata contoh : bataka dan basyaka, battsa dan bassya , nabaja dan nabaha . Al qalb adalah pergeseran posisi dalam tatanan kata, sampel : lathama dan lamatha, jadzaba dan jabadza, sakaba dan sabaka tidak ada perubahan huruf disini tetapi hanya perubahan posisi  kata pada huruf kedua dan ketiga dan sedikit terjadi pada huruf pertama.
b.      Vokabularis  yang  menunjukan makna benda lainnya merupakan bentuk penyederhanaan.  Kata yang dimaksud  adalah huruf dalam afiks dan konfiks, yang tidak mempunyai makna sendiri tapi memberikan perubahan makna bila ia disatukan dengan kata. Dalam hal ini problematika yang kedua tidak banyak memasuki ranah bahasa Arab yang tertulis tapi banyak memasuki ranah lisan, melihat beberapa tujuan  yang diberikan seperti penyederhanaan kata dan menyingkatkan waktu dalam pengucapannya, sampel : ambakul  yang bermaksud akhudzu fi aklu ala istimrar.
c.       Vocabularis yang menganduk makna individual  terbentuk dari dua fona.  Kaedah tersebut diambil penulis dengan mengeksplorasi kata kerja dan beberapa kata yang menyerap dari bahasa lainnya. Diantara contohnya adalah kata : qathaba, qathafa, qatha’a, qathama, qatala semua kata tersebut berasal dari dari dua fona yakni qhata dan  semuanya mempunyai arti yang sama secara global yakni memotong. Sedang demikian halnya dengan kata yang merupakan penyerapan dari bahasa lainnya seperti : falsafa yang diserap dari bahasa yunani philosofia yang terdiri dari philia yang berarti kecintaan, kegemaran dan sofia yang berarti bijaksana.
d.      Seluruh Vokabularis dapat dirujukan pembentukannya dari satu fona. Untuk menjelaskan permasalahan ini penulis mengambil kata penghubung dan pronominal sebagai sampel penjelasan. Seperti halnya pada kata anta, anti, antuma, antum, antunna berasal dari satu fona yaitu huruf ta, dan huwa, hiya, huma, hum, hunna, berasal dari huruf ha, begitupun yang terjadi pada ismu isyarah seluruhnya berasal dari huruf dza.
e.      Sense Organ merupakan pemaknaan murni dari rangkaian kata adapun makna yang tersirat terbentuk darinya. Pemaknaan yang dihasilkan dari rangkaian kata terbagi menjadi dua yaitu makna yang tersirat dan tersurat, sesuai dengan kaedah diatas penulis meyakini bahwa makna sesungguhnya adalah makna yang tersurat adapun makna yang tersirat adalah cabang dan bagian dari makna yang tersurat tersebut. Contoh : ru’yah yang dapat diartikan sebagai penglihatan panca indera(mata) atau mimpi  maka dalam hal ini penglihatan panca indera  merupakan makna asli dari ru’yah.

Dari ulasan sebelumnya penulis mengambil kesimpulan bahwa bahasa Arab terbentuk dari huruf-huruf sederhana dan penggalan kata-kata yang berkembang hingga memberi makna yang beragam, dan bahasa terlahir dari perbincangan yang merupakan bentuk interaksi dan komunikasi, sedangkan dalam proses interaksi ini manusia mengalami beberapa fase sebelum benar-benar mengucapkan kata seperti sekarang ini diantara fase yang dilalui manusia  adalah : fase pra pengucapan kata dan fase pengucapan kata, dalam fase pertama manusia menggunakan isyarat sebagai alat komunikasi lalu berkembang ke fase fonem  sebelum memulai fase pengucapan kata. Hal ini juga selaras dengan yang diutarakan Mariobay dalam bukunya Ususu Ilmu Lughah yang diterjemahkan oleh Ahmad Mukhtar Umar, dalam bukunya beliau menjelaskan kendati  kita tidak dapat menjangkau kepastian permulaan dan bagaimana bentuk gambaran kalimat yang diucapkan pertama kali akan tetapi tidak dapat dipungkiri urgensi komunikasi antara masyarakat dalam hal ini tentu mengalami fase, diantaranya adalah fase yang disebut penulis diatas.

                Sebagai penutup dari pembahasan filsafat bahasa penulis memaparkan tentang invensi tulisan, menurut penulis tulisan terbentuk secara natural karna adanya kebutuhan untuk itu, adapun alat tulis yang ketika itu dibagi menjadi dua bagian : orisinal dan non-orisinal, adapun yang orisinal  diantaranya adalah heriografi, dan alat tulisa dari qabilah Haitsun, Asyuriyah dan alat tulis dari Cina. Adapun penghitungan dimulai dari sesuatu yang sederhana yakni dengan menggunakan tangan dan kaki untuk mengatakan empat puluh misalnya mereka menyebutnya dua kaki, sedangkan nominal angka dimulai dari suatu yang sederhana pula yaitu dengan titik tapi dengan beberapa kendala yang kemudian dihadapi menyebabkan beberapa perubahan seperti untuk mengutarakan angka seratus untuk menyederhanakan seratus titik maka dikembangkanlah beragam teori hingga angka yang kita ketahui saat ini diadaptasi dari bangsa Arab yang ditemukan di Hindia.

                Pemaparan perihal filsafat bahasa yang dilakukan oleh penulis adalah pemaparan yang mewakili beberapa bagian filsafat bahasa seperti ilmu bahasa arab tapi masih terdapat bagian-bagian yang terlewati seperti pemaparan perihal perkembangan bahasa arab di jazirah Arab,  dalam hal ini penulis telah memaparkannya dibukunya yang lain yang berjudul “ Allughatu Kainun Hayyun” meski demikian dalam muqadimah buku tersebut penulis telah mengakui bahwa pendekatan yang dilakukan dalam membahas bahasa arab adalah melalui pendekatan sejarah bukan pendekatan sastra. Hal tersebut ditompang oleh basis penulis yang merupakan seorang sejarahwan dengan salah satu masterpiecenya “Tarikh Tamaddun Arab



[1] Yang dimaksud penulis dalam tulisan ini adalah Georgie Zaidan
[2] DR Abdul Fatah Abul Futuh, Qadaya fi Ilmu lughah, 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar